Iklan

Sabtu, 24 September 2011

1000 Burung


 Kita harus realistis , menikah bagi seorang wanita adalah kehidupan kedua kalinya , aku harus memegang kesempatan ini.  Kau terlalu miskin , sungguh aku tidak berani membayangkan bila kita harus tetap berpacaran dan menikah. Aku akan segera menikah dan tinggal di Paris." Swat Lie berkata kepada Alung untuk mengakhiri hubungan kasih mereka.
Alung termenung berhari hari , teringat saat bahagianya bersama Swat Lie , ia melipat dan memberikan 1.000 burung kertas kepada Swat Lie sebagai tanda 1.000 ketulusan hatinya. Sekarang semuanya seakan hancur dan tak bersisa sedikitpun.
Perkataan Swat Lie mendorong Alung bekerja lebih keras , perkataan itu memotivasi nya untuk menjadi orang sukses , sukses dan sukses ! 
Ia bekerja menjadi penjual koran , kemudian memulai bisnis kecil. Setiap pekerjaan nya dilakukan dengan baik dan tekun.
Beberepa tahun telah lewat , Alung telah menjadi seorang pengusaha yang sangat sukses. Alung sudah menjadi seorang yang sangat kaya , tetapi hati dan pikirannya tidak dapat melupakan Swat Lie.
Pada suatu hari , dari mobilnya Alung melihat kedua orang tua Swat Lie sedang berjalan kaki di trotoar. Timbul keinginan dihati Alung untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa dia bukan lagi seorang yang miskin. Alung mengendarai mobilnya dengan sangat pelan mengikuti sepasang orang tua tersebut. Hujan terus turun tanpa henti , walaupun sepasang orang tua itu memakai payung , tubuh mereka tetap basah oleh hujan.
Sewaktu mereka sampai ketempat tujuan , Alung tercengang dengan apa yang dilihatnya , tempat itu adalah tempat pemakaman. Diatas batu nisan terlihat foto Swat Lie tersenyum sangat manis kepadanya. Disamping makam kecil itu tergantung burung burung kertas yang dibuat Alung.
Orang tua Swat Lie memberitahukan Alung , "Swat Lie tidak pergi ke Paris.



Swat Lie terkena kanker ganas , dia pergi ke surga. Swat Lie ingin Alung menjadi orang yang berhasil , mempunya keluarga yang harmonis , maka ia berbuat demikian terhadap Alung.  Swat Lie pernah berkata bahwa dia sangat mengerti Alung , dia percaya kalau Alung suatu saat pasti akan sukses.
Swat Lie mengatakan kalau suatu hari Alung datang ke makam nya , dia berharap Alung dapat membawa beberapa burung kertas buatannya lagi."

Alung berlutut didepan makam Swat Lie , ia menangis dengan sedih. Hujan deras pada hari Ceng Beng membasahi seluruh tubuh Alung. Rasa dingin tak terasa lagi bagi Alung , yang ada hanyalah kepiluan hati. Alung teringat senyum manis Swat Lie yang begitu manis dan polos , hatinya terharu dan terpukul.
Ia termenung di makam Swat Lie sampai larut malam. Mereka bertiga pulang dengan mobil Alung dengan berbagai perasaan sedih , haru , rindu dan heran.
Karena cintanya kepada Alung , Swat Lie ingin Alung menjadi orang sukses.
Ia tidak ingin Alung menghabiskan waktu untuk merawatnya , untuk itu ia mengorban kan dirinya dan perasaannya , dalam penderitaan menunggu ajal menjemputnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar